"Just because you can't see it, doesn't mean it isn't there" - Laut bukan tempat sampah!

11/13/15

Terik di Embung Nglanggeran (Tour De Kebun Buah part. 1)

Cerita sebelumnya.. Museum Ullen Sentalu Mistis?

Holaa..
Untuk tulisan kali ini daku bikin dua seri dengan tema Tour De Kebun Buah. Tulisan berjudul "Terik di Embung Nglanggeran" ini merupakan part. 1 dari seri Tour De Kebun Buah.

Kenapa temanya Tour De Kebun Buah? karena lagi-lagi tanpa sengaja aku menjelajahi tempat-tempat yang penuh diisi puun puun buah, yaealah.. kalo diisi keju jadi martabak keju dong.. #eh :D

Ada dua kebun buah yang kutuju, pertama Embung Nglanggeran, dan yang kedua adalah Taman Buah Mangunan. Keduanya terletak di wilayah Gunung Kidul, Yogyakarta.

Olrite.. prambule-nya cukup segitu aja yaks.. mendingan baca aja yuks cerita daku sewaktu menjelajahi Embung Nglanggeran ala backpacker, maree.. ^^

Embung Nglanggeran, Gunung Kidul, Yogyakarta

(05/04/2015)

Sekitar pk. 08.25 pagi, aku sudah berada di dalam bus TransYogya No. 3A tujuan Terminal Giwangan. Butuh waktu setengah jam berkendara dari Malioboro ke Terminal Giwangan. Pagi itu suasana terminal masih sepi, sebagian warung dan toko masih tutup. Aku melangkah menghampiri sebuah bus dengan tulisan "Wonosari" yang menempel di kaca depannya.

Hari itu aku memang ingin menjelajahi kembali wilayah Gunung Kidul karena wilayah ini memiliki banyak pemandangan alam yang luar biasa indah. Aku duduk persis di belakang supir bus. Sengaja memilih duduk di situ supaya mudah berkomunikasi dengan supir (gue pan kaga tau jalan cuy.. :p).

Cara Menuju Embung Nglanggeran Dengan Angkutan Umum

Cukup lama bus ngetem di Terminal Bus Giwangan sebelum akhirnya bus bergerak ogah-ogahan meninggalkan terminal. Bus melaju sangat pelan karena sepi penumpang. Oya, kepergianku ke Gunung Kidul kali ini juga seorang diri (aka. solo backpacker).

Menurut informasi yang kukumpulkan sebelumnya, untuk sampai ke Embung Nglanggeran, aku harus turun di perempatan Patuk. Ongkos bus yang harus kubayar hingga ke Patuk sebesar Rp 10.000 *beuhh..

Aku lupa berapa lama waktu tempuh dari Terminal Bus Giwangan sampai Patuk, yang jelas lebih lama dari seharusnya. Itu semua dikarenakan bus yang ngetem zuperr lama di sebuah pasar, plus adanya pohon tumbang yang menutupi jalan raya yang mengakibatkan macet parah sepanjang jalan menuju perempatan Patuk (-_-!)

Setelah berhasil menembus kemacetan panjang, akhirnya bus yang kunaiki tiba di perempatan Patuk.
(FYI: kalo kamu takut nyasar, pesen aja ke supir busnya, minta diturunin di Patuk).

Begitu turun dari bus, kulayangkan pandangan ke sekeliling, mencari tanda-tanda keberadaan tukang ojek di sekitar situ. Tapi tak kutemukan satu pun tukang ojek yang mangkal.

Aku berdiri menatap sebuah bangunan pos polisi yang berdiri tegak di seberang jalan. Kemudian menoleh ke belakang, memandang lurus jalan sepi di hadapanku. "Ini pasti jalan menuju Embung Nglanggeran," batinku berkata.

Sepiii.. tak ada tanda-tanda geliat wisata di situ. Aku mulai gelisah, masa iya aku nyasar lagi? (-_-!) Pasalnya, menurut keterangan dari mas-mas salah satu pengurus Gunung Api Purba Nglanggeran yang sempat kuhubungi via Line beberapa waktu lalu, di perempatan ini banyak tukang ojek yang mangkal. Tapi kenyataan yang kutemui pagi itu? nihil..

Di sebuah salon pinggir jalan tak jauh dari tempatku berdiri, aku melihat seorang bapak-bapak sedang duduk di depan pintu salon, asyik menatap layar hp digenggamannya. Kuhampiri bapak-bapak itu sambil bertanya apakah di sekitar situ ada tukang ojek.

Ia menjawab dengan gelengan kepala, "Dulu di sini ada tukang ojek yang mangkal, tapi sekarang udah nggak ada Mbak," katanya.
Jiahh.. gue kena di PHP-in nih, kezell.. (>.<)

Aku terdiam mendengar jawaban bapak-bapak tadi. Terbersit dalam benak untuk kembali ke kota Yogya. But, I have to ask one more question. "Kira-kira di sini ada nggak orang yang bisa ngojekin saya?"
Si bapak kembali menjawab, "Nggak ada Mbak."
"Ada Mbak..bisa," tiba-tiba sebuah suara kencang dari arah belakang si bapak menggema.

Seorang wanita, sepertinya sang hairstyle salon, menunjuk pada si bapak tadi. "Bapak ini bisa nganterin Mbak," tukasnya cepat sementara tangannya bergerak lincah menyisir rambut pelanggannya.

Kulihat ekspresi kaget si bapak (karena sebelumnya ia berkata tidak ada yang bisa mengantarku). Si bapak memandang mbak-mbak hairstyle tadi, dan si mbak mbak menatap tajam padanya seolah ia harus membantuku.
Akhirnya si Bapak mengibarkan bendera putih. Ia berkata bahwa ia bersedia mengantarku sampai ke Embung Nglanggeran, yeayy.. alhamdulillah.. ^^

Ia pun segera beranjak dari tempat duduknya dan mengajakku singgah ke rumahnya yang letaknya hanya beberapa langkah dari salon. Sambil menunggu si bapak mengambil motor, aku berbincang-bincang dengan anak perempuannya yang kebetulan sedang berada di beranda.

Tak sampai 5 menit, si bapak menghampiriku, ia bersama seorang anak laki-laki, yang ternyata adalah anak lelakinya. Namanya Haris. Haris inilah yang kemudian diminta si bapak untuk mengantarku ke Embung Nglanggeran, baeklahh..

Lima belas menit kemudian, aku dan Haris sudah berada di jalan beraspal, melaju kencang di atas motor, menuju Embung Nglanggeran. Cuaca hari itu cukup terik dan pemandangan di kiri kanan jalan sungguh cantik.

Deretan pohon coklat yang ditanam warga di pekarangan rumahnya, bertebaran di pinggir jalan yang kulalui. Belum lagi hamparan sawah yang masih hijau dengan latar belakang bukit jadi pemandangan yang menyejukkan.

Dan yang membuat mataku terbelalak adalah saat kami mulai mendekati lokasi Gunung Api Purba Nglanggeran. Di sepanjang jalan, berserak batu-batu raksasa berwarna hitam kelam yang besarnya menyerupai bahkan melebihi besarnya rumah! They are very hugh! ^^

Dan ketika motor yang kunaiki melintas pintu masuk ke lokasi Gunung Api Purba Nglanggeran, deretan tebing bebatuan cadas berwarna hitam tampak berdiri kokoh mengelilingi pintu masuk Gunung Api Purba Nglanggeran, aaakkk... kece beudd cuyy! ^^

(FYI: Kalo kamu mau ke Embung Nglanggeran, pasti kamu akan melewati pintu masuk ke lokasi Gunung Api Purba Nglanggeran, karena lokasinya berdekatan. Gunung Api Purba Nglanggeran ini juga merupakan salah satu destinasi wisata alam yang ramai dikunjungi wisatawan).

Bukit cadas di depan pintu masuk Gunung Api Purba Nglanggeran. Kece banget yaks.. ^^

Setelah melewati objek wisata Gunung Api Purba Nglanggeran, kami kembali menggelinding di jalan raya. Lima menit kemudian, kami tiba di kawasan Embung Nglanggeran.

Embung Nglanggeran/Kebun Buah Nglanggeran

Saat memasuki kawasan Embung Nglanggeran, jalan beraspal berganti dengan jalan tanah yang tidak rata dan penuh dengan batu. All I can say, jalan menuju Embung Nglanggeran rusak parahhh... :O

Pintu masuk kawasan Embung Nglanggeran

Kami bergerak perlahan ke atas dengan hati-hati, yeupp... selain rusak parah, kontur tanahnya menanjak. Menurut Haris, motor yang cocok untuk dibawa ke Embung Nglanggeran adalah motor jenis manual bukan matic. Sebab, diperlukan pengaturan gigi agar motor tidak slip dan terjungkal ke bawah. Asli cuy.. jalanannya rusak bangettt.. parahhh.. :O

Jalan menuju pintu masuk Embung Nglanggeran ini dibuat satu arah. Jadi, pintu masuk dan keluar berbeda (tidak melalui jalan yang sama). Untunglah dibuat seperti itu sebab, kalau jalan dibuat dua arah, entah bagaimana parahnya kemacetan dan tingginya potensi kecelakaan yang akan terjadi jika ada mobil/motor berpapasan antara yang akan turun dan naik.

Di sebuah jalan bergapura, motor berhenti. Tiap motor dan mobil yang hendak masuk ke Embung Nglanggeran harus membayar uang parkir. Sorry aku nggak tau bayar parkirnya berapa, soalnya si Haris nggak dipungut uang parkir, secara dia pan orang situ cuy dan pengurus Embung Nglanggeran temennya dia semua, hehe.. :D

Setelah melewati gapura, aku tiba di halaman parkir Embung Nglanggeran. Oya, kalo dari Patuk ke Embung Nglanggeran butuh waktu sekitar 15-20 menit naik motor.

Halaman parkir Embung Nglanggeran sangat luas. Dari situ aku bisa melihat tebing-tebing cadas berwarna hitam yang merupakan bagian dari Gunung Api Purba Nglanggeran, cakepp beudd... berasa lagi di Stone Forest-nya Yunnan cyinn... ^^

Narsis di halaman parkir dengan Gunung Api Purba Nglanggeran sebagai background  ^^

Halaman parkir Embung Nglanggeran dilihat dari atas bukit

Puas foto di halaman parkir, aku bergerak ke atas bukit tempat Embung Nglanggeran berada, melewati anak tangga yang berkelok. Butuh waktu yang cukup lama untukku agar sampai di atas 'cos tanjakan is my enemy (-_-!) hosh hoshh..
(FYI: untuk naik ke atas bukit tempat Embung Nglanggeran berada tidak dipungut biaya, alias gratis. Jadi, kamu hanya perlu bayar uang parkir aja).

Di atas bukit inilah si embung bercokol..

Begitu sampai di atas, sebuah kolam raksasa yang airnya berwarna kehijauan mengilat diterpa sinar matahari membentang di depan mata. Itulah Embung Nglanggeran.

Embung Nglanggeran itu sendiri merupakan bagian dari Kebun Buah Nglanggeran. Embung memiliki arti: kolam buatan (bahasa Jawa).

Keelokan Embung Nglanggeran bertambah saat pandanganku tertuju pada deretan bukit bebatuan dari Gunung Api Purba Nglanggeran yang disela-selanya bertaburan pepohonan rimbun, menghias salah satu sisi Embung Nglanggeran, amazingg.. ^^

Embung Nglanggeran

Gunung Api Purba Nglanggeran jadi background Embung Nglanggeran, awesome! ^^

Narcicus... ^^

Embung Nglanggeran ini sendiri diresmikan oleh Sultan Hamengkubuwono X pada Februari 2013 dan berfungsi untuk mengairi kebuh buah yang ada di bawahnya.

Kebun buah tersebut terdiri dari beberapa jenis pohon buah, namun yang menjadi primadona adalah pohon buah durian jenis Monthong Orange (daging duriannya berwarna orange, tebal, dan manis-red) dan klengkeng. Kedua tanaman ini sangat cocok untuk ditanami di wilayah itu.

Dan jika saatnya panen tiba (yang diperkirakan 4-5 tahun lagi dari tahun peresmian), diharapkan buah durian dan klengkeng yang dihasilkan bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan untuk datang ke tempat itu.

Pohon buah-buahan tersebut sebagian ditanam di sekeliling bukit tempat Embung Nglanggeran berada. Mereka berderet rapih di atas tanah yang membentuk terasiring. Sementara di bagian bawah bukit, kumpulan pohon-pohon buah lainnya membentuk hutan kecil nan rimbun.

View dari atas bukit

Ijo dimana-mana.. ^^

Aku melangkah mengelilingi Embung Nglanggeran yang dipinggirnya diberi pagar pembatas yang terbuat dari besi. Menurut Haris, dasar Embung dilapisi terpal karet yang diimpor khusus dari Korea dan konon bisa bertahan hingga 25 tahun.

Di beberapa titik di tepi kolam, terdapat lampu-lampu hias yang dibalut dalam jambangan kotak yang terbuat dari tanah liat, akan dinyalakan jika malam tiba.

Lalu bagaimana cara menerangi lampu-lampu hias tersebut? Masih dari penjelasan Haris, instalasi listrik di tanam di dalam pipa bawah tanah, sehingga tidak terlihat.

Demikian juga dengan air yang mengisi kolam. Air tersebut berasal dari beberapa mata air yang terletak di atas Gunung Api Purba Nglanggeran, yang dialirkan melalui pipa-pipa yang ditanam di bawah tanah.

Ada beberapa peraturan yang harus dipenuhi pengunjung saat berada di kawasan Embung Nglanggeran:
1. Dilarang membuang/melempar apapun ke dalam kolam.
2. Dilarang berenang.
3. Dilarang masuk/duduk di dalam pagar embung.
4. Dilarang buang sampah sembarangan.

Di beberapa bagian, aku melihat gazebo dengan atap ijuk yang memang disediakan untuk pengunjung yang ingin beristirahat. Dan di salah satu sudut embung, ada sebuah warung kecil yang menjajakan makanan dan minuman.

Di bagian belakang embung terdapat anak tangga yang menuju bukit kecil dimana dari bukit tersebut aku bisa melihat pemandangan seluruh embung dari atas, and it's trully gorgeous!..^^
Di atas bukit tersebut juga terdapat lahan kecil sebagai camping ground.

Look at the view.. gorgeous isn't it? ^^

Katanya, waktu terbaik untuk datang ke Embung Nglanggeran adalah saat sore hari. Pasalnya pada saat matahari tenggelam, kita akan disuguhi pemandangan indah terpancarnya sinar keemasan matahari, membentuk gradasi warna yang beragam. Namun demikian, walaupun aku datang menjelang siang, pemandangan di sekitar Embung Nglanggeran tetap memesona.. ^^

Sekitar pkl. 11.30 siang, aku menyudahi kunjunganku di Embung Nglanggeran. Seperti yang kuceritakan sebelumnya, jalan keluar Embung Nglanggeran berbeda dengan jalan masuk. Dan.. jalan keluar juga sama rusaknya, hanya saja jalannya menurun (-_-!)

Sumpehh.. rasanya lega banget saat motor kembali melintas jalan raya beraspal yang mulus di luar kawasan Embung Nglanggeran, fiuhh.. *elus-elus bokong* :))

Kebun Buah Warga Sekitar

Dari Embung Nglanggeran aku kembali mampir ke rumah Haris di Patuk. Di situ Haris memperlihatkan kebun buah miliknya. Dari kebun buah tersebut, Haris mampu memproduksi buah-buahan segar yang ia jual kepada siapapun yang memesan. Haris menamakan kebun buah miliknya, Kebun Buah Mini Unggul Yoenaro, Pusat Bibit Buah Unggulan.

Harga bibit tanaman mulai dari Rp 57.500/tanaman

Tak hanya buah, ia juga menjual bibit-bibit buah-buahan, diantaranya bibit buah durian mothong orange (seperti yang ditanam di Embung Nglanggeran-red), Srikaya Jumbo, Mangga Cokanan, Jeruk Sunkis Baby, Jeruk Primong dari Jepang, Klengkeng, Jambu Getas Merah, Jambu Kristal Taiwan, dan Sawo Jumbo.

Bibit-bibit buah tersebut bisa ditanam di dalam pot. Harganya mulai dari Rp 57.500/tanaman (tergantung besar/kecilnya tanaman). Kalau kamu berminat memesan bibit buah bisa menghubungi Haris di no. HP. 0818-04006504.

Setelah melihat-lihat kebun buah milik Haris, kami kembali berada di jalan beraspal. Motor kembali dipacu kencang menuju kebun buah berikutnya..


bersambung.. Pesona dan Derita Taman Buah Mangunan


Salam


Ifa Abdoel

1 comment:

  1. Terakhir ke Embung Langgeran tahun lalu waktu belum musim penghujan. Itu luar biasa bagusnya supri deh. Semoga besok cerah biar bisa kesana lagi. Hehe... Thanks min sudah share. :)

    ReplyDelete